KUNJUNGAN KE SITUS PURBAKALA PUGUNG RAHARJO

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Situs Pugung Raharjo ditemukan pada tahun 1955, dan hingga kini situs ini telah menunjukan keistimewaanya. Sebuah arca yang disebut “Putri Badariah” muncul di semak-semak di atas sebuah undak yang biasa dikategorikan sisa-sisa peninggalan megalitik. Tidak begitu lama, sebuah stamba (tugu kecil) ditemukan dibagian selatan situs. Kedua peninggalan ini berdasarkan bentuk dan cirinya dapat diklasifikasikan sebagai peninggalan dari masa pengaruh Hindu Budha, tetapi temuan benda cagar budaya ini menimbulkan permasalahan. Apakah kedua jenis peninggalan ini muncul bersamaan dan berkembang ditempat yang sama. Kalau benar bahwa tradisi megalitik muncul berdampingan dengan budaya Hindu Budha, bagaimana perilaku keagamaan dan peribadatannya, sementara mereka tinggal pada lahan yang sama di dalam benteng/parit. Permasalahan yang saling kait mengkait antara satu dengan yang lainnya perlu dijelaskan secara transparan dan jelas, sehingga nantinya akan menghasilkan suatu pemecahan dari masalah tersebut.







1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. untuk memberikan pengetahuan dalam mengenal lebih dekat Taman Purbakala Pugung Raharjo.
2. untuk melestarikan sejarah dan kebudayaan Taman Purbakala Pugung Raharjo.





















BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Situs Pugung Raharjo

2.1.1 Lokasi

Pugung Raharjo merupakan suatu situs purbakala yang terkenal di daerah Lampung. Pugung Raharjo terletak sekitar 250 m disebelah kiri jalan Panjang-Way Kambas, terletak pada koordinat 5o18’54” LS dan 105o32’03” BT dan pada ketinggian ± 80 m diatas permukaan air laut. Pugung Raharjo merupakan kecamatan Jabung, kabupaten Lampung Timur, provinsi Lampung.

2.1.2 Peninggalan Masa Prasejarah

Pada masa berburu tingkat sederhana, ditandai dengan kehidupan manusia yang memanfaatkan keadaan alam secara penuh. Mereka dapat membuat alat dalam bentuk sederhana dan masih kasar seperti kapak perimbas, kapak penetrak, kapak genggam, pahat genggam dan lain-lain. Pada masa berburu tingkat lanjut, mereka dapat membuat alat dari batu dan kerang. Mereka memanfaatkan gua-gua atau ceruk-ceruk sebagai tempat berlindung dari panas terik maupun udara dingin.
Pada masa bercocok tanam ditemukan alat-alat dari batu yang sudah diasah atau digosok secara halus, antara lain beliung, belincung, pahat dan gelang. Setelah masa bercocok tanam, muncullah masa perundagian. Pada masa ini manusia sudah mengenal alat-alat dari logam yaitu dari besi dan perunggu. Pada masa ini ditandai dengan peninggalan yang indah yaitu nekara perunggu dan moko.

2.1.3 Teras Berundak

Teras berundak di Pugung Raharjo ditemukan di dalam maupun di luar benteng. Ukuran teras berundak tersebut terdiri dari berbagai macam. Ada yang besar, ada juga yang kecil. Teras berundak merupakan hasil karya manusia pendukung tradisi megalitik yang dapat dikelompokokan kedalam megalitik tua. Bangunana teras berundak ini tersebar di Indonesia bersama-sama dengan batu datar, dolmen dan menhir. Teras-teras berundak di Pugung Raharjo di Bangun dengan maksud-maksud tertentu yang berkaitan dengan pemujaan arwah nenek moyang.

2.1.4 Batu Mayat

Batu mayat berupa susunan batu tegak dan batu datar yang berdenah persegi panjang, dengan bentuk seperti kandang. Oleh penduduk setempat, batu yang seperti kandang di Pugung Raharjo biasa disebut dengan batu mayat. Pemberian nama batu mayat didasarkan temuan menhir berbentuk kemaluan laki-laki (phallus) yang pada waktu ditemukan dalam posisi rebah dan menyerupai mayat. Nama batu mayat itu sendiri hanya ditujukan pada pahatan phallus. Sedangkan bersama-sama batu mayat ditemukan megalitik-megalitik yang lain, seperti batu tegak, batu diatas dan batu bergores. Oleh karena itu kompleks batu-batu tersebut diberi nama komplek batu mayat.




2.1.5 Lupang Batu

Lumpang-lumpang batu ditemukan tidak jauh dari sebelah mataair yang terdapat dikompleks megalitik Pugung Raharjo. Bersama-sama dengan lumping batu ini pula ditemukan batu-batu berlubang serta batu bergores. Mengenai fungsi lumping batu Pugung Raharjo tentu tidak jauh berbeda dengan fungsi lumpang-lumpang batu yang ditemukan di situs-situs lain. Dengan adanya studi perbandingan tentang fungsi lumpang batu diberbagai tempat di Indonesia dapat disimpulkan bahwa lumpang batu mempunyai fungsi yang bersifat profane yaitu untuk menumbuk biji-bijian sebagai bahan konsumsi dan ada juga yang berfungsi sacral karena dianggap mempunyai kekuatan ghaib. Lumpang batu berdasarkan bentuk dan ukurannya ada yang besar, kecil dan ada pula yang ukurannya sangat besar yang mencapai 3 m lebar dan 4 m panjang, dengan tinggi 1,5 m.

2.1.6 Batu Berlubang

Batu-batu berlubang di situs megalitik Pugung Raharjo ditemukan mulai dari mata iar Pugung Raharjo samapai sepanjang aliran sungai pugung. Batu berlubang hamper secara umum ditemukan disetiap situs megalitik. Artinya batu berlubang mempunyai peranan dan fungsi yang penting dan merupakan artefak yang bersifat umum, baik di Indonesia maupun dikawasan luar lainnya. Istilah batu berlubang dibedakan menjadi dua, yaitu lumpang batu dan batu dakon. Batu berlubang adalah monolit yang pada salah satu bagian permukaanya terdapat lubang besar. Khusus batu dakon mempunyai beberapa lubang yang diatur berbaris (dua baris), sedangkan pada bagian ujung baris terdapat masing-masing sebuah lubang yang dalam permainan dakon biasa disebut “lumbung” (bahasa jawa) yang digunakan sebagai tempat menampung biji yang diperoleh dalam permainan.

2.1.7 Batu Bergores

Seperti halnya batu berlubang, batu bergores juga ditemukan di dekat mata air dan dipinggir sungai. Artefak ini dinamakan batu bergores karena merupakan batu yang pada bagian permukaannya terdapat goresan-goresan, khususnya berupa bekas-bekas asahan sejenis benda tajam. Berdasarkan goresan yang sangat halus jelas bahwa penggunaan batu bergores tersebut sudah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama. Berdasarkan cerita, bahwa batu bergores disana berhubungan dengan kepercayaan terhadap kekuatan gaib (dinamisme). Mereka percaya bahwa batu bergores tersebut dapat melindungi dalam pertempuran/peperangan. Batu bergores dimanfaatkan sebagai alat untuk mengasah tombak atau parang dan alat-alat lainnya yang akan dipakai dalam peperangan. Dengan adanya upacara-upacara tertentu dan mengasah parang dengan batu bergores diyakini akan mendapatkan kemenangan dalam pertempuran.

2.1.8 Benteng

Benteng Pugung Raharjo adalah berbentuk kepersegian terdiri dari benteng parit tetapi salah satu sisinya berupa anak sungai sekampung. Anak sungai sekampung inilah yang biasa disebut “benteng”. Benteng Pugung Raharjo tersebut memiliki kedalaman parit 4 meter ditambah untuk masuk dalam benteng 2 m. dengan adanya benteng, maka dari segi keamanan baik itu dari musuh atau ancaman binatang buas dapat diatasi. Keadaan sungai atau benteng ini mempunyai tepi yang tegak dengan air yang deras, sehingga keadaan yang demikian dapat menggantikan fungsi benteng berkaitan dengan benteng terdapat masalah lagi, yaitu keberadaan berbagai teras berundak yang berada diluar benteng. Adanya teras-teras berundak yang berdiri diluar benteng, jelas pendukung tradisi megalitik pada saat-saat tertentu akan keluar dari benteng untuk melaksanakan peribadatan diluar benteng dimana teras berundak berada.

2.2 Rekontruksi Budaya Pugung Raharjo

2.2.1 Fungsi Benteng Parit

Situs Pugung Raharjo merupakan tempat yang dipilih oleh pendukung tradisi megalitik. Pertimbangannya berdasarkan adanya sungai yang mengalir disebelah selatan situs serta adanya sumber mata air yang tak pernah kering dilokasi itu. Fungsi benteng parit tersebut tidak benar-benar digunakan sebagai benteng, dalam arti untuk mempertahankan serangan musuh, tetapi untuk menghindari adanya serangan musuh. Pintu gerbang masuk dan keluar dibuat untuk mengambil air bersih dan keperluan lainya.

2.2.2 Upacara yang Berkaitan dengan Tinggalan Arkeologi

Prinsip dasar kepercayaan pendukung megalitik adalah pemujaan terhadap arwah. Anggapan mereka bahwa arwah nenek moyang akan tetap hidup dan selalu berhubungan dengan masyarakat yang ditinggalkan. Untuk menghormati dan memuja arwah, dibangunlah batu kandang. Batu kandang ini dilengkapi dengan batu berdiri berbentuk kemaluan laki-laki. Maksudnya sebagai suatu cara untuk membatasi tempat-tempat yang bersifat sacral dan bukan sacral serta dianggap suatu pusat pemujaan.

2.2.3 Kemampuan Beradaptasi dengan Lingkungan.

Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan pendukung megalitik. Aliran sungai yang besar dapat berfungsi sebagai alat transportasi antara situs dengan kawasan lain. Selain itu juga berfungsi untuk sumber air untuk kelangsungan pembudidayaan pertanian. Keadaan Pugung Raharjo pada masa lampau sangat rawan binatang-binatang buas sangat menghantui. Dengan keadaan seperti itu, maka pendukung megalitik perlu segera membangun parit-parit besar dan dalam serta tanggul

2.2.4 Aktifitas Komunikasi

Dari adanya peninggalan seperti gerabah, manik-manik, arca-arca berciri agama Hindu Budha dan stamba, dapat diketahui bahwa adanya aktifitas komunikasi antara situs satu dengan situs lainnya di Lampung. Seperti arca Bodisatva yang dipahat sangat indah merupakan data dan fakta adanya komunikasi yang berlangsung pada masa klasik. Hal ini memberikan bukti bahwa keadaan lingkungan di Pugung Raharjo memiliki kualitas yang dapat menjamin kelangsungan hidup masyarakat yang ada disana.

2.2.5 Kemahiran Teknologi

Pendukung megalitik memiliki kemahiran untuk membuat benda berteknologi tinggi, dari penelitian telah ditemukan pecahan gerabah baik polos maupun berhias. Selain itu sisa-sisa tuangan kaca untuk membuat manik-manik juga ditemukan. Peninggalan tersebut merupakan bukti bahwa pendukung megalitik memiliki kemampuan membuat benda bertejnologi tinggi. Masyarakat pendukung megalitik juga dapat membuat benda alat-alat dari logam. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca-arca sederhana, arca bertipe Budha, pahatan phallus dan pahatan stamba.

2.2.6 Jati Diri dan Kebanggaan Nasional

Temuan purbakala Pugung Raharjo merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Situs arkeologi ini merupakan hasil cipta, rasa dan karsa nenek moyang masa lampau. Banyak sekali temuan-temuan yang tersebar di lahan perbentengan. Hal ini menandakan bahwa nilai luhur yang dimiliki masyarakat Pugung Raharjo sangat tinggi. Sifat gotong royong dan semangat persatuan dan kesatuan telah bersemi dan tumbuh secara subur pada masa prasejarah. Warisan budaya yang tinggi nilainya merupakan kekayaan yang diwariskan nenek moyang. Dengan mengenal berbagai teknologi, khususnya teknik pembuatan gerabah, teknik memahat batu, teknik tuang logam serta pembuatan manik-manik, Pugung Raharjo begitu fenomenal telah memberikan keindahan dan kebanggaan tersendiri bagi nusa dan bangsa.








BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil uraian diatas dapat diketahui bahwa masyarakat pendukung megalitik telah membuat alat-alat, baik itu yang dari batu maupun logam. Hal tersebut dapat diketahui dengan adanya temuan-temuan seperti arca, stamba, arca bertipe Budha, benda-benda gerabah dan pahatan phallus. Pendukung budaya megalitik telah dapat beradaptasi terhadap lingkungan secara baik. Mereka memanfaatkan keperluan harkat orang banyak. Selain itu, masyarakat pendukung megalitik juga telah meninggalkan warisan yang tidak ternilai yang telah memberikan kebanggaan serta jati diri terhadap nusa dan bangsa.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini masih banyak adanya kekurangan maupun kelebihan. Untuk itu, adanya beberapa hal yang perlu dilakukan:
1. agar pembaca memperbaiki kesalahan ataupun kekurangan maupun kelebihan dalam pembuatan makalah ini.
2. agar pemerintah daerah merenovasi sarana dan prasarana yang ada ditaman purbakala Pugung Raharjo, serta menambah sarana yang belum tersedia disana.







KUNJUNGAN
KE SITUS PURBAKALA PUGUNG RAHARJO
LAMPUNG TIMUR










Oleh :
DIAH FUJI LESTARI KADIR
0713032002
















PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PPKN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2007/2008





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Tujuan 2
II PEMBAHASAN 3
II.1 Situs Pugung Raharjo 3
II.1.1 Lokasi 3
II.1.2 Peninggalan Masa Prasejarah 3
II.1.3 Teras Berundak 4
II.1.4 Batu Mayat 4
II.1.5 Lumpang Batu 5
II.1.6 Batu Berlubang 5
II.1.7 Batu Bergores 6
II.1.8 Benteng 6
II.2 Rekontruksi Budaya Pugung Raharjo 7
II.2.1 Fungsi Benteng Parit 7
II.2.2 Upacara yang Berkaitan Dengan Tinggalan Arkeologi 7
II.2.3 Kemampuan Beradaptasi Dengan Lingkungan 8
II.2.4 Aktifitas Komunikasi 8
II.2.5 Kemahiran Teknologi 8
II.2.6 Jati Diri dan Kebanggaan Nasional 9
III PENUTUP 10
III.1 Kesimpulan 10
III.2 Saran 10














KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas laporan kunjungan ke situs purbakala Pugung Raharjo. Selain itu menyelesaikan tugas, tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan bagaimana asal usul, penemuan dan perkembangan situs purbakala Pugung Raharjo sekaligus mempelajari kebudayaan yang pernah ada pada situs purbakala Pugung Raharjo pada masa Prasejarah maupun pada masa sejarah.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan dan informasi. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.

Penulis menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang masih banyak memiliki kekurangan baik dalam ilmu juga informasi dan masih perlu banyak belajar lagi, menyadari pada makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik dan berguna dikemudian hari.

Harapan penulis, pada makalah yang sederhana ini dapat membuktikan bahwa mahasiswa juga berperan dalam melestarikan sejarah khususnya pada situs-situs purbakala yang membutuhkan perhatian khusus bukan hanya dari mahasiswa tapi juga pemerintah dan masyarakat, karena situs-situs yang ada merupakan bukti sejarah perkembangan kebudayaan yang terjadi pada bangsa kita. Dan kita sebagai generasi penerus sudah sepantasnya turut menjaga dana memelihara apa-apa yang menjadi warisan dari masa sebelumnya dan untuk diwariskan kembali pada masa selanjutnya.

Bandar Lampung, 23 September 2007
PENULIS

topik diskusi masalah HACCP - THP Unila

TOPIK DISKUSI

  1. Apa yang dimaksud dengan HACCP, dan jelaskan ruang lingkupnya dalam industri makanan (sejauh yang anda ketahui)
  2. Mengapa Industri Pangan perlu, bahkan harus menerapkan Prinsip-prinsip HACCP? Apa keuntungan bagi industri makanan yang menerapkan sistem HACCP dan kerugian jika mengabaikannya?
  3. Apa perbedaan mendasar antara prinsip HACCP dengan Pengawasan Mutu Makanan dalam kaitannya dengan mutu keamanan makanan, mengapa penerapan HACCP lebih menjamin keamanan makanan dan lebih menguntungkan bagi industri pangan ketimbang pengawasan mutu, yang pengujiannya hanya dilakukan pada ujung proses produksi?
  4. Apa yang Anda ketahui tentang SSOP (standar prosedur sanitasi) dan GMP? Mengapa sebuah industri makanan perlu mengembangkan dan menerapkan SSOP dan GMP? Apa keuntungannya bagi industri, masyarakat dan pemerintah?
  5. Menurut literatur, syarat bagi industri makanan dapat menerapkan sistem HACCP adalah bahwa industri tersebut telah menerapkan SSOP (standar prosedur sanitasi) dan GMP (good manufacturing practicing). Mengapa demikian? Apakah mungkin industri makanan menerapkan sistem HACCP tanpa terlebih dahulu menerapkan SSOP dan GMP? Mengapa

TEKNIS DISKUSI

  1. Peserta dibagi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari minimal 5 orang
  2. Setiap orang dalam suatu kelompok merupakan anggota tim ahli yang bertugas menemukan jawaban terhadap satu permasalahan yang dihadapi.
  3. Setiap satu permasalahan di atas harus mampu dijawab oleh sebuah tim ahli yang terdiri dari perwakilan dari semua kelompok. Jadi terdapat sebanyak 5 tim ahli yang masing-masing tim tersebut menjawab satu permasalahan yang berbeda.
  4. Jawaban terhadap permasalahan yang disepakati oleh tim, akan dibawa oleh masing-masing anggota tim ahli untuk disampaikan dan dijelaskan kepada anggota lain di kelompoknya masing-masing.
  5. dengan demikian, akhirnya setiap orang dalam kelompok tersebut dapat menjawab semua permasalahan yang dihadapi.

Efek Metabolisme Laktosa Pada Tikus Betina Dewasa

Joni harmoko

0314051038

Teknologi Hasil Pertanian

Tugas : Evaluasi Gizi Pangan Njon_Jambuls

Efek Metabolisme Laktosa Pada Tikus Betina Dewasa

I. PENDAHULUAN

Wanita di negara Barat dihimbau untuk mengkonsumsi produk susu untuk meningkatkan asupan zat kapur mereka, dengan manfaat mengantisipasi pegurangan resiko osteoporisis. Karena laktose adalah karbohidrat yang utama di dalam susu, mengkonsumsi produk susu dalam jumlah yang besar merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan asupan zat kapur untuk pencegahan osteoporosis dengan mencerna lactose dalam jumlah yang besar.

Umumnya, bukti selanjutnya yang terkumpul menunjukkan bakwa makronutrien [2,3], mikronutrien [4-7] dan beberapa bahan makanan bioaktif [8,9] mempengaruhi metabolisme dan berbagai system spesifik dan mempengaruhi beberapa resiko penyakit. Mengenai oragan potensial atau jaringan spesifik racun galaktosa mulanya menimbulkan kompilasi pada individu yang memiliki galaktosemia, dengan percobaan menggunakan hewan menunjukkan bahwa makanan kaya akan galaktosa dapat menghasilkan yang tidak diinginkan dimana sedikitnya dibandingkan dengan melihat galaktosemik. Berdasarkan penelitian keduanya mendukung dan menolak untuk mendukung dugaan bahwa asupan makanan galaktosa dalam bentuk laktosa dapat menyebabkan kecunanan pada organ tertentu. Berikutnya Cramer et al. 1989 mengusulkan hubungan yang mungkin antara kanker indung telur (rahim) dengan konsumsi laktose [10], hubungan antara laktose dari produk-produk susu dan kanker indung telur (rahim) telah dipelajari secara lebih detail [11-19]. Berdasarkan studi epidemiological yang diterima [13-16], umumnya menunjukkan hasil yang tidak tetap, kecurigaan bahwa konsumsi galaktosa dan memperlambat metabolisme (yaitu. aktivitas transfer galaktosa melambat) adalah faktor-faktor resiko kanker indung telur (rahaim). Mempelajari suatu studi kasus yang diselenggarakan di Daerah/propinsi Los Angeles, yang dirancang untuk menguji hipotesis konsumsi galaktosa, aktivitas transfer galaktosa, dan/atau genotipe transfer galaktosa yang dihubungkan dengan resiko kanker indung telur (rahim), gagal dalam menemukan hubungannya [17-19].

Karena studi (penelitian) dalam literatur menunjukkan efek toksik (keracunan) dari galaktosa pangan dalam binatang percobaan yang menggunakan makanan kaya akan galaktosa dan hal ini berbeda dengan kondisi yang didapatkan manusia pada laktosa, setiap perbedaan dalam hasil boleh dapat dihubungkan dengan kondisi yang berbeda dari gula pangan (monosakarida melawan disakarida, dll)

Untuk mengetahui hal ini, kita sudah mengadakan suatu studi (percobaan) tikus betina di mana binatang tersebut menunjukkan makanan kaya akan laktose dibanding galaktosa. Langkah pertama menilai kemungkinan efek makanan kaya laktose di dalam bentuk ini untuk mengukur beberapa nilai metabolisme bahwa seharusnya memperlihatkan tingkat laktosa disakarida seharusnya atau tidak seharusnya berbeda dari referensi monosakarida, glukosa.

Insulin, leptin dan hormon tiroid tidak hanya dianggap sebagai hormon-hormon metabolisme yang penting,tetapi juga sebagai penghubung gizi dan pertumbuhan, pengembangan dan reproduksi [20-25]. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa makanan berisi 50-60% laktose mengakibatkan diare [26, 27] dan laktose pangan dapat mengurangi penyerapan protein dan lemak [28]. Laktose juga mengurangi plasma lipid, terutama trigliserida-trigliserida dan akumulasi kolesterol hepatic di dalam hamster [29]. Bagaimanapun, efek makanan dengan laktose yang tinggi di dalam tikus pada hormon insulin, leptin dan hormon tiroid masih belum jelas. Laporan ini menguraikan efek endokrin metabolisme suatu makanan dengan laktose yang tinggi pada tikus Long-Evans. Secara rinci, efek dari suatu makanan dengan laktose yang tinggi di anthropomorphis, hormon insulin dan tingkat leptin, dan fungsi tiroid dilaporkan

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Binatang

Tujuh puluh lima tikus betina Long-Evans (berumur 25 hari) diambil dari Harlan Sprague Dawley dan memelihara; dan dipelihara di tempat yang berpendingin dengan makanan dan air yang tersedia di iklim libitum. Jadwal pencahayaan adalah 12 jam: 12 jam gelap dengan lampu lantai panggung di 0500 h sampai 1700 h. Binatang itu adalah pasangan yang ditempatkan di dalam Cedars-Sinai Vivarium, yang diakui oleh Asosiasi Amerika itu untuk Laboratory Animal Care.
Setelah tahap pelarutan glukosa, tikus diacak untuk menerima salah satu dari tiga makanan : glukosa (kontrol), makanan rendah laktose atau makanan tinggi laktosa . penelitian ini dilaksanakan tujuh bulan setelah awal percobaan pendahuluan. Air senidiambil pada pagi hari. Binatang dibunuh dengan pembiusan karbondioksida dan darah diambil dari hati.. Hati itu diambil dan ditimbang.


2.2 Makanan

Dalam pengambilan gula dimodifikasi dari patokan 2386 g·1 800 cal-1 dari sukrosa. Sepanjang isi energi dari glukosa dan galaktosa bersifat serupa, glukosa digunakan sebagai kendali. Makanan dietseluruh yang disiapkan oleh Harlan Teklad, Madison, WI. Semua unsur-unsur dari diet itu tinggal konstan kelompok-kelompok, terkecuali glukosa dan laktose. Di dalam makanan diet kendali, tikus diberi 419 g glucose·100 g-1 dari makanan diet dan tidak ada laktose yang ditambahkan. Di dalam makanan diet laktose yang rendah kelompok (LLD), tikus menerima 105 laktose g dan 3,14 glukosa g· 100 g-1 dari makanan. Kelompok yang menerima suatu HLD menerima 419 g lactose·100 g-1 dari makanan (-HLD) dan tidak ada glukosa yang ditambahkan

2.3 Hormon

Konsentrasi hormon insuln dan leptin konsentrasi ditentukan oleh antibody ganda komersil Radioimmunoassay (RIA) kotak-kotak (Linco Research Company, St. Charles, MO). Interaksi koefisien keragaman dan batas sensitif adalah 48%, 74% dan 002 ng·mL-1, berturut-turut untuk hormon insulin, dan 33%, 48% dan 05 ng·mL-1, untuk leptin.

Hormon tiroid (TSH) diterukur dengan suatu kotak penetapan kadar yang immunoradiometric (Coat-A-Count TSH Diagnostic Products Corp., Los Angeles, CA) dan T4 bebas dan T3 bebas ditentukan oleh RIA (Coat-A-Count Diagnostic Products Corp., Los Angeles, CA). Koefisien keragaman intra-assay dan batas dari kepekaan adalah 24% dan 003 IU·mL-1 untuk TSH; 52% dan 129 pmol·L-1 untuk T4 yang cuma-cuma; dan 64% dan 031 pmol·L-1 untuk T3 yang cuma-cuma, berturut-turut. Sampel dari semua binatang dianalisa bersamaan dengan menggunakan uji yang sama dan semua analisis dilaksanakan selama dua bulan pengambilan sampel,.

2.4 Glukosa, nitrogen urea dan zat asam yang mengandung gemuk nonesterified (NEFA), uji galaktosa

Konsentrasi glukosa (serum dan air seni), nitrogen urea dan trigliserida- yang terdapat di dalam serum diukur menggunakan metode enzymatic menggunakan komersil (Sigma Diagnostics, St. Louis, MO). Konsentrasi serum NEFA ditentukan oleh metode ACS-ACOD menggunakan komersil (Wako Chemicals USA, Richmond, VA) dan konsentrasi galaktosa air seni diuji dengan menggunakan prosedur komersial (Boehringer, Mannheim, Jerman).

2.5 Penelitian Hati

hati tertentu solusi paraformaldehida 4%, mentransfer ke 70% etanol setelah 24 jam dan sedia untuk analisis mikroskopik ringan mengikuti teknik-teknik rutin. Lilin penghalang dipasang, 5 um bagian dipersiapkan dan kaca berwarna dengan hematoxylin dan eosin untuk pemeriksaan mikroskop yang ringan. Masing-masing bagian diuji pada suatu magnifikasi dari 200×. Histopathological berubah di dalam hati itu dicapai pada sebuah skala dengan empat kategori: minimal; lembut; melembutkan; atau ditandai [30].

2.6 Metode Statistik


Semua data untuk berat/beban tubuh, ukuran hormon dan konsentrasi-konsentrasi metabolit dinyatakan sebagai galat baku rata-rata. Data untuk masing-masing titik-ujung diuji untuk homogenitas efek perbedaan dan perawatan yang ditentukan oleh One-Way ANOVA. Amongtreatments efek ditentukan oleh prosedur Tukey untuk pembandingan ganda dengan satu alfa tingkat 0,05. perubahan dalam ilmu jaringan tubuh hati ditentukan oleh Chisquare. Semua prosedur statistik dilaksanakan dengan Sigmastat untuk Windows, Versi 203 (Jandel Scientific Corporation, San Jose, CA)..

Efek Pengolahan Terhadap Zat Gizi Pangan

Efek Pengolahan Terhadap Zat Gizi Pangan

(Tugas Makalah Mata Kuliah Terbimbing EGP)

Geri Sugiran AS

0014051037

Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung

2007

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).

Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Dengan demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar apa-apa yang diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal. Untuk itulah pentingnya pengetahuan akan pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah bagaimana seharusnya melakukan suatu pengolahan pangan agar bahan pangan yang kita hasilkan bernilai gizi tinggi dan aman.

Jika kita berbicara pengolahan pangan maka sebenarnya kita berbicara suatu proses yang terlibat dari mulai penanganan bahan pangan setelah bahan pangan tersebut dipanen (nabati) atau disembelih (hewani) atau ditangkap (ikan) sampai kepada usaha-usaha pengawetan dan pengolahan bahan pangan menjadi produk jadi serta penyimpanannya. Disamping itu, dimaksudkan pula pengolahan yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu di dapur dalam menyiapkan masakan yang siap untuk

dihidangkan. Pemahaman yang benar dalam pengolahan makanan sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu agar makanan yang disiapkannya aman dikonsumsi dan tidak banyak berkurang gizinya.

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui efek perlakuan beberapa pengolahan terhadap ketersediaan zat gizi : protein, lemak, dan karbohidrat. Dalam makalah ini akan lebih ditekankan pada bagaimana melakukan pengolahan dan penanganan bahan pangan yang baik agar tujuan yang diinginkan yaitu bahan dan produk pangan bernilai gizi tinggi dan aman dapat tercapai.

1.3 Efek Pengolahan terhadap Protein

Tujuan pengolahan pada rumah tangga adalah a) meningkatkan daya cerna dan kenampakan, b) memperoleh flavor, c) dan merusak mikroorganisme dalam bahan pangan. Sedangkan proses yang penting dalam pengolahan adalah : a) perebusan, b) pengukusan, c) pengovenan, d) penggorengan, e) pembakaran, f) pengalengan dan g) dehidrasi. Di dalam bahan pangan zat gizi makro tidak berdiri sendiri, melainkan saling berdampingan, sehingga efek pengolahanpun terjadi juga karena efek yang bersamaan dengan senyawa tersebut. Beberapa proses pemanasan seperti penggorengan, oven, perebusan dilaporkan memberi efek yang merugikan terhadap nilai gizi seperti pada cerealia, minyak biji kapas, dan pakan ternak. Efek tersebut karena reaksi antara amino group dari asam amino esensial seperti lisin dengan gula reduksi yang terkandung bersama-sama protein dalam bahan pangan, yang disebut reaksi Maillard. Pemanasan lebih lanjut dapat menyebabkan asam amino : arginin, triptofan, dan histidin bereaksi dengan gula reduksi. Ketersediaan lisin dan asam amino dari protein yang diproses dengan pemanasan lebih kecil daripada protein yang tidak diproses karena terjadinya reaksi Maillard.

Pengolahan komersial melibatkan proses pemanasan, pendinginan, pengeringan,

penambahan bahan kimia, fermentasi, radiasi dan perlakuan-perlakuan lainnya. Dari semua proses ini, pemanasan merupakan proses yang paling banyak diterapkan dan dipelajari. Oleh karena itu pembahasan akan dititikberatkan pada pengaruh pemanasan pada sifat kimia dan nilai gizi protein, khususnya pada pemanasan yang moderat.

Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil. Beberapa reaksi yang tidak diinginkan dapat dikurangi. Penstabil seperti polifosfat dan sitrat akan mengikat Ca2+, dan ini akan meningkatkan stabilitas panas protein whey pada pH netral. Laktosa yang terdapat pada whey pada konsentrasi yang cukup dapat melindungi protein dari denaturasi selama pengeringan semprot (spray drying).

Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanasakan pada suhu yang moderat (60-90oC) selama satu jam atau kurang. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan quarterner. Akan tetapi, belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya.

Dari segi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat dengan demikian dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik. Disamping

itu, dengan pemanasan yang moderat dapat menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase dan enzim oksidatif dan hidrolotik lainnya. Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off-flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Sebagai contoh, kacang-kacangan kaya enzim lipoksigenase. Selama penghancuran bahan, untuk mengisolasi protein atau lipidnya, dengan adanya oksigen enzim ini bekerja sehingga dihasilkan senyawa hasil oksidasi lipid yang menyebabkan off-flavour. Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran. Sebagai tambahan, perlakuan panas yang moderat juga berguna untuk menginaktivasi beberapa faktor aninutrisi seperti enzim antitripsin dan lektin.

Reaksi Maillard (interasksi protein dan gula pereduksi)

Reaksi antara protein dengan gula-gula pereduksi merupakan sumber utama menurunnya nilai gizi protein pangan selama pengolahan dan penyimpanan. Reaksi Maillard ini dapat terjadi pada waktu pembuatan (pembakaran) roti, produksi “breakfast cereals” (serpihan jagung, beras, gandum, dll) dan pemanasan daging terutama bila terdapat bahan pangan nabati ; tetapi yang paling penting adalah selama pengolahan susu (sapi) dengan pemanasan, karena susu merupakan bahan pangan berprotein tinggi yang juga mengandung gula pereduksi (laktosa) dalam jumlah tinggi.

Reaksi Maillard Dalam Produk Bahan Pangan

Pemasakan dirumah-rumah tangga dan pengalengan makanan secara komersil hanya memberi sedikit pengaruh terhadap nilai gizi protein bahan pangan. Akan tetapi proses industri lainnya, yang menyangkut penggunaan panas pada kadar air yang rendah, misalnya selama pengeringan dan pembakaran (roti), serta proses penyimpanan selanjutnya dari produk yang dihasilkan, dapat mengakibatkan penurunan gizi yangcukup besar.

Reaksi Maillard dapat terjadi, misalnya selama produksi pembakaan roti. Kehilangan tersebut terutama terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust), yang mungkin karena terjadinya reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak habis digunakan oleh khamir (dari ragi roti). Meskipun gula-gula nonreduksi (misalnya sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan reaksi Maillard, yang pada suhu tinggi terjadi pemecahan ikatan glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.

Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Asam Amino

Pada pengolahan dengan menggunakan panas yang tinggi, protein akan mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan ini termasuk rasemisasi, hidrolisis, desulfurasi, dan deamidasi. Kebanyakan perubahan kimia ini bersifat ireversibel, dan beberapa reaksi dapat menghasilkan senyawa toksik.

Pengolahan panas pada pH alkali seperti pada pembuatan texturized foods dapat mengakibatkan rasemisasi parsial dari residu L-asam amino menjadi D-asam amino. Laju rasemisasi residu dipengaruhi oleh daya penarikan elektron dari sisi samping. Dengan demikian, residu seperti Asp, Ser, Cys, Glu, Phe, Asn, dan Thr akan terasemisasi lebih cepat dari residu asam amino lainnya. Laju rasemisasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidroksil, tetapi tidak tergantung pada konsentrasi protein itu sendiri. Sebagai tambahan, karbanion yang terbentuk pada suhu alkali dapat mengalami reaksi รข-eliminasi menghasilkan dehidroalanin.

Rasemisasi residu asam amino dapat mengakibatkan penurunan daya cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh. Kerugian akan semakin besar apabila yang terasemisasi adalah asam amino esensial. Pemanasan protein pada pH alkali dapat merusak beberapa residu asam amino seperti Arg, Ser, Thr dan Lys. Arg terdekomposisi menjadi ornithine. Jika protein dipanaskan pada suhu sekitar 200oC, seperti yang terjadi pada permukaan bahan pangan yang mengalami pemanggangan, broiling, grilling, residu asam aminonya akan mengalami dekomposisi dan pirolisis. Beberapa hasil pirolisis yang diisolasi dari daging panggang ternyata bersifat sangat mutagenik. Yang paling bersifat mutagenik adalah dari pirolisis residu Trp dan Glu. Satu kelas komponen yaitu imodazo quinoline (IQ) merupakan hasil kondensasi kreatinin, gula dan beberapa

asam amino tertentu seperti Gly, Thr, Al dan Lys, komponen ini juga toksik. Senyawa-senyawa toksik ini akan jauh berkurang apabila pengolahan tidak dilakukan secara berlebihan (suhu lebih rendah dan waktu yang lebih pendek).

1.4 Efek Pengolahan terhadap Karbohidrat

Pemasakan karbohidrat diperlukan unutk mendapatkan daya cerna pati yang tepat, karena karbohidrat merupakan sumber kalori. Pemasakan juga membantu pelunakan diding sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya cerna protein. Bila pati dipanaskan, granula-granula pati membengkak dan pecah dan pati tergalatinisasi. Pati masak lebih mudah dicerna daripada pati mentah.

Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak sendiri melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak. Interaksi antara karbohidrat (gula) dengan protein telah dibahas, seperti tersebut diatas. Bahan pangan yang dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong, ubi jalar, gula pasir, dll. Dalam pengolahan yang melibatkan pemanasan yang tinggi karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang justru dikehendaki, tetapi jika dikehendaki karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak diharapkan .

Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap kandungan karbohidrat, terutama seratnya. Beras giling sudah barang tentu memiliki kadar serat makanan dan vitamin B1 (thiamin) yang lebih rendah dibandingkan dengan beras tumbuk. Demikian juga pencucian beras yang dilakukan berulang-ulang sebelum dimasak, akan sangat berperan dalam menurunkan kadar serat. Pengolahan buah menjadi sari buah juga akan menurunkan kadar serat, karena banyak serat akan terpisah pada saat proses penyaringan.

1.5 Efek Pengolahan Terhadap Lemak

Pemasakan yang biasa dilakukan pada rumah tangga sedikit sekali berpengaruh terhadap kandungan lemak, tetapi pemanasan dalam waktu lama seperti penggorengan untuk beberapa kali, maka asam lemak esensial akan rusak dan terbentuk produk polimerisasi yang beracun. Lemak yang dipanaskan berulangkali dapat menurunkan pertumbuhan pada tikus percobaan.

Dengan proses pemanasan, makanan akan menjadi lebih awet, tekstur, aroma dan rasa lebih baik serta daya cerna meningkat.salah satu komponen gizi yang dipengaruhi oleh prose pemanasan adalah lemak. Akibat pemanasan daging maka lemak dalam daging akan mencair sehingga menambah palatabilitas daging tersebut.hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak menjadi produksi volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor.

Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal (168-196 oC) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng berlangsung dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.

Lemak hewan (babi dan kambing) banyak mengandung asam lemak tidak jenuh seperti oleat dan linoleat. Asam lemak ini dapat mengalami oksidasi, sehingga timbul bau tengik pada daging. Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Hasil pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Dengan adanya anti oksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol), maka kecapatan proses oksidasi lemak akan berkurang. Sebaliknya dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt, dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidase maka lemak akan dipercepat.

Kecepatan oksidasi berbanding lurus dengan tingkat ketidak jenuhan asam lemak. Asam linoleat dengan 3 ikatan rangkap akan lebih mudah teroksidasi daripada asam lemak linoleat dengan 2 ikatan rangkapnya dan oleat dengan 1 ikatan rangkapnya. Pada minyak kedelai kurang baik dijadikan minyak goreng, karena banyak mengandung linoleat. Sedangkan minyak jagung baik digunakan sebagai minyak goreng, karena linoleatnya rendah. Untuk mengatasi masalah pada minyak kedelai, maka dilakukan proses hidrgenasi sebagian untuk menurunkan kadar asam linoleatnya.

Reaksi-reaksi yang terjadi selama degradasi asam lemak didasarkan atas penguraian asam lemak. Produk degradasi terbentuk menjadi dua :

a. Hasil dekomposisi tidak menguap, yang tetap terdapat dalam minyak dan diserap oleh bahan pangan yang digoreng.

b. Hasil dekomposisi yang dapat menguap, yang keluar bersama-sama uap pada waktu lemak dipanaskan.

Pembentukan produk yang tidak menguap sebagian besar disebabkan oleh

otooksidasi, polimeriasai thermal, dan oksidasi thermal dari asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada minyak goreng. Reaksi-reaksi minyak dibagi atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi (perambatan), dan terminasi (penghentian). Oksidasi dari hidroperoksida yang lebih lanjut juga menghasilkan produk-produk degradasi dengan tiga tipe utama yaitu pemecahan menjadi alkohol, aldehid, asam, dan hidrokarbon, dimana hal ini juga berkontribusi dalam perubahan warna minyak goreng yang lebih gelap dan perubahan flavor, dehidrasi membentuk keton, atau bentuk radikal bebas yang berbentuk dimer, trimer, epksid, alkohol, dan hidrokarbon.

Seluruh komponen tersebut berkontribusi terhadap kenaikan vuiskositas dan pembentukan fraksi NUAF (Nonurea Aduct Forming). Fraksi NUAF yang merupakan derifat dari asam lemak yang tidak dapat membentuk kompleks dengan urea, bersifat toksis bagi manusia. Pada dosis 2,5 % dalam makanan, fraksi ini dapat mengakibatkan keracunan yang akut pada tikus setelah tujuh hari masa percobaan.

Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi dengan adanya oksigen, disebut oksidasi thermal. Derajat ketidak jenuhan yang diukur dengan bilangan iod, akan berkurang selama pemanasan, jumlah asam tak berkonyugasi misalnya linoleat akan berkurang dan asam berkonyugasi (asam linoleat berkonyugasi) bertambah sampai mencapai maksimum, dan kemudian berkurang karena proses penguraian.

Proses pemanasan dapat menurunkan kadar lemak bahan pangan. Demikian juga dengan asam lemaknya, baik esensial maupun non esensial. Kandungan lemak daging sapi yang tidak dipanaskan (dimasak) rata-rata mencapai 17,2 %, sedangkan jika dimasak dengan suhu 60 oC, kadar lemaknya akan turun menjadi 11,2-13,2%.

Adanya lemak dalam jumlah berlebihan dalam bahan pangan kadang-kadang kurang dikehendaki. Pada pengolahan pangan dengan teknik ekstrusi, diinginkan kadar lemak yang rendah. Tepung yang kadar lemaknya telah diekstrak sebelum proses ekstrusi akan menghasilkan produk yang mempunyai derajat pengembangan yang lebih tinggi. Kompleks lemak dengan pati pada proses ekstrusi akan menyebabkan penurunan derajat pengembangan.

DAFTAR PUSTAKA

Apriantono, Anton. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. Makalah seminar Kharisma Online. Dunia Maya.

Hurrel, R.F., 1984. Reaction of food protein during processing and storage and their nutritional consequences. Di dalam B.J.F. Hudson (Ed). Development in food Protein.

Hurrel, R.F., P.A. Finot and J.L. Cuq. 1982. Brit. J. Nutr. 47:191

Muchtadi, D., Nurheni Sri Palupi, dan Made Astawan. 1992. Metode kimia biokimia dan biologi dalam evaluasi nilai gizi pangan olahan. Hal.: 5-28, 82-92, dan 119-121.

Swaminathan. M. 1974. Effect of cooking and heat processing on the nutritive value of food. Di dalam Essentials of food and nutrion. Ganesh and Company Madras. India. Vol 1. P. 384-387.